ILMU ENERGI : PENGGUNAAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK

Diposting pada

PENGGUNAAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK

Gambar. Batubara
Saat ini energi batubara banyak digunakan sebagai sumber energi untuk memperoleh tenaga listrik, sebagian besar pembangkit listrik di Indonesia menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya. Batubara pada mulanya adalah kayu yang telah menjadi fosil karena terpendam dan mendapat tekanan di dalam bumi. Batubara menurut para ahli geologi terbentuk pada zaman Devon, yaitu sekitar 350 juta tahun yang lalu. 
Indonesia memiliki tambang batubara yang cukup banyak. Karena itu, batubara dapat dijadikan andalan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik jangka panjang. Diperkirakan di Indonesia terkandung batubara sebesar 104 miliar ton. Dengan pemakaian batubara seperti yang ada sekarang, diperkirakan batubara di Indonesia masih bisa digunakan untuk menghasilkan tenaga listrik selama 400 tahun jika seluruh batubara di Indonesia hanya digunakan untuk keperluan domestik. Namun demikian sebagian batubara Indonesia digunakan untuk keperluan domestik dan sebagian lagi diekspor, maka batubara dapat menghasilkan tenaga listrik di Indonesia selama 100 tahun. Batubara banyak terdapat di Pulau Sumatra dan Kalimantan. 
Gambar. Salah Satu Tambang Batubara di Kalimantan
Besarnya kandungan batubara di Indonesia sekitar 3% kandungan batubara di seluruh dunia. Karena itu, Pemerintah banyak membangun pembangkit listrik dengan menggunakan bahan bakar batubara. Dalam jangka panjang, pemakaian batubara sebagai energi listrik akan ditingkatkan secara berangsur-angsur sehingga mencapai 33% pada tahun 2025. Karena itu dalam kebijakan energi nasional, batubara menjadi primadona pada sistem pembangkit listrik kita. 
Problem utama dari Pembangkit Listrik Tenaga Batubara adalah bagaimana menciptakan teknologi yang bersih dan ramah lingkungan. Pemakaian batubara sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi listrik telah menimbulkan masalah dalam lingkungan. Pemakaian Pembangkit Listrik Tenaga Batubara dalam jumlah yang besar telah menimbulkan bahan-bahan yang mencemarkan udara, terutama karbon dioksida, dioksida belerang, dan oksida nitrogen.
Karbon dioksida merupakan komponen alam dari udara dan dalam batas yang normal tidak berbahaya bagi kehidupan. Karena pembakaran batubara dan bahan-bahan bakar fosil di seluruh dunia terus meningkat, maka karbon dioksida yang dihasilkan juga terus bertambah. Apabila jumlah kadar karbon dioksida terus meningkat, maka akan terjadi efek rumah kaca yang juga meningkat. Hal ini mengakibatkan suhu bumi rata-rata akan meningkat. Akibatnya, sebagian dari es di kutub utara dan kutub selatan akan mencair. Dengan mencairnya es di kutub, permukaan air laut semakin tinggi sehingga garis pantai akan berubah dan banyak daratan di tepi laut akan tenggelam. Sebagian dari kota besot’ di tepi laut seperti Jakarta dan Surabaya akan tenggelam dan menjadi bagian dari laut. 
Dioksida belerang merupakan polutan yang serius. Baunya mudah tercium dan pada konsentrasi yang tinggi akanmenbabkankan penyakit paru-paru. Dioksida belerang yang terus bertambah di udara secara berkala dibawa turun ke bumi oleh hujan. Hujan yang demikian dinamakan hujan asam. Hujan asam ini akan mencemarkan semua danau, sungai, dan sumur-sumur penduduk. Sehingga dapat menimbulkan berbagai penyakit. Hujan asam juga membuat tanah-tanah pertanian berkurang kesuburannya dan lama-kelamaan bisa hilang. Dengan demikian, hasil pertanian akan merosot dalam jumlah yang besar. 
Pembakaran bahan bakar batubara juga menghasilkan oksida-oksida nitrogen. Mula-mula pembakaran batubara menghasilkan monoksida nitrogen yang kemudian berubah menjadi dioksida nitrogen yang merupakan racun. Bentuk polusi lain dari pembakaran batubara, antara lain adalah plumbum, merkuri, dan vanadium. 
Supaya tidak banyak mencemari lingkungan, peralatan khusus perlu dipasang pada cerobong asap agar dapat menyaring hasil pembakaran sehingga emisi batubara tidak banyak mencemari lingkungan. Dengan cara demikian, pembakaran batubara diharapkan tidak banyak mencemari lingkungan. 
Selain menimbulkan pencemaran udara, penambangan batubara juga menimbulkan kerusakan lingkungan. Penambangan batubara dilakukan dengan dua cara, yaitu penambangan bawah tanah dan penambangan terbuka, yang masing-masing mempunyai akibat yang berlainan terhadap lingkungan. 
Pada penambangan bawah tanah, akibat jangka pendek adalah para karyawan yang bekerja di tempat tersebut akan terkena penyakit paru-paru yang disebabkan oleh debu dan batubara yang diserap selama bertahun-tahun. Pada penambangan terbuka, persoalan lingkungan tersebut adalah jika setelah selesai penambangan di daerah tertentu dan keadaan tanah bekas tambang tidak segera diperbaiki. Akibatnya akan terbentuk danau yang kotor dan terjadi erosi tanah dimana-mana.
Untuk menghindari hal yang demikian, pemerintah harus mengadakan regulasi, misalnya para pengusaha diwajibkan melengkapi daerah tambang dengan rumah sakit dan menyediakan masker untuk melindungi para karyawan. Sesudah selesai penambangan, para pengusaha diwajibkan untuk menutup tambang tersebut dan menanami dengan berbagai tanaman. 
Karena sebagian besar batubara terdapat di Pulau Kalimantan dan Sumatra, maka diperlukan pengangkutan batubara dari Sumatra dan Kalimantan ke Pulau Jawa. Hal ini dapat mencemarkan lingkungan pada daerah yang dilaluinya. 
Dengan demikian, pembangkit listrik tenaga batubara tidak dapat dibangun dalam jumlah yang sangat banyak di Pulau Jawa. Karena hal ini dapat merusak lingkungan dan mematikan pertanian. Lebih baik pembangkit listrik tenaga batubara itu dibangun di Pulau Sumatra dan Kalimantan. Sedangkan di Pulau Jawa lebih baik dibangun PLT gas atau PLTN.