Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat disingkat K-3, merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam setiap aktivitas kerja di tempat kerja. Faktor K-3 ini penting diperhatikan karena dalam setiap pekerjaan selalu ada faktor bahaya di tempat kerja, baik yang berasal dari lingkungan kerja maupun dari diri pekerja itu sendiri. Jadi setiap orang yang berada di tempat kerja perlu dijamin keselamatan dan kesehatannya sehingga pekerja dapat bekerja dengan aman, selamat, sehat, efisien, dan produktif. Keselamatan kerja dapat didefinisikan sebagi tingkat keadaan selamat seseorang dalam suatu tempat kerja (Syamsul, 1990). Sehingga sasaran dari keselamatan kerja ini adalah sumber-sumber produksi dan bersifat teknis.
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha prepentif dan kuratif terhadap penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit- penyakit umum (Suma’mur 1995). Sehingga sasaran dari kesehatan kerja ini adalah pekerja/ dan bersifat medis.
Dari penggabungan kedua istilah tadi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam satu kesatuan istilah berarti tingkat keadaan keselamatan dan kesehatan seseorang beserta sumber produksi lainnya (bahan baku-alat/mesin-tempat kerja- lingkungan) atau yang berkaitan dengan pekerjaannya yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha prepentif dan kuratif terhadap penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Dengan demikian cakupan dari K-3 adalah cukup luas meliputi: tempat kerja, lingkungan kerja, mesin/alat, proses produksi, cara kerja, sikap kerja, manajemen/organisasi, komitmen, perencanaan, pengawasan, dan peraturan/ norma kerja. K-3 ini tidak saja menjamin keselamatan pekerja namun juga harus menjamin keamanan dan keselamatan terhadap sumber produksi seperti bahan baku, peralatan/mesin produksi, lingkungan, dan tenaga kerja.
Yang dimaksud dengan tempat kerja menurut penjelasan Undang-Undang No 1 Th. 1970 adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, tempat tenaga kerja, atau yang sering dimasuki pekerja untuk keperluan suatu usaha dan mempunyai sumber bahaya. Jadi, yang dimaksud dengan tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman, dan sekelilingnya yang merupakan bagian yang berhubungan dengan tempat kerja baik di darat, laut, maupun di udara dan ruang angkasa (Syamsul, 1990). Tempat kerja tersebut umumnya tersebar di seluruh unit kegiatan industri baik industri rumah tangga maupun industri berskala besar, dan di semua sektor kegiatan (industri barang dan jasa, pertanian, perkebunan, dan kehutanan, dll).
Keselamatan dan kesehatan kerja ini akan dapat terjamin apabila ada kesesuaian/keserasian antara alat/cara dan lingkungan kerja dengan kemampuan, kebolehan, dan keterbatasan pekerjanya demi tercapainya keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan efisiensi yang setinggi-tingginya (Manuaba, 1998). Keselamatan dan kesehatan kerja yang tidak baik akan mengundang terjadinya resiko kecelakaan kerja, baik yang disebabkan oleh prilaku yang tidak aman dari pekerjanya maupun oleh terganggunya sistem keamanan peralatan/mesin maupun oleh orang lain dan lingkungan kerja. Oleh karena itu sudah selayaknya semua memperhatikan K-3 sehingga produktivitas dapat ditingkatkan. Kemajuan teknologi dewasa ini secara tidak langsung memberikan pengaruh positif terhadap upaya-upaya perlindungan diri demi keselamatan dan kesehatan kerja karena, peralatan pelindung diri dapat dibuat semakin baik. Namun harus tetap digugah kesadaran pekerja agar keselamatan dan kesehatan kerja selalu diperhatikan.
Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970, tujuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Melindungi setiap tenaga kerja yang berada di tempat kerja agar terjamin hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan peningkatan produksi serta produksi nasional.
b. Menjamin hak keselamatan setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja.
c. Membina norma-norma perlindungan kerja sesuai dengan perkembangan masyarakat, industri, dan teknologi.
d. Mencegah/mengurangi kerusakan sumber-sumber produksi (bahan baku, alat/mesin/lingkungan) akibat kesalahan atau kelalaian dalam melakukan pekerjaan/proses produksi.
e. Memberikan rasa aman bagi pekerja dan lingkungannya maupun pihak lain yang terlibat dalam pekerjaan/proses produksi.
Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Syarat-syarat keselamatan kerja perlu diperhatikan karena hampir setiap kegiatan akan dapat mendatangkan resiko kecelakaan. Resiko kecelakaan ini dapat diperkecil bila dalam setiap melakukan kegiatan kerja, semuanya dipersiapkan dengan baik, sehingga memenuhi syarat, peraturan, dan cara kerja di lapangan. Resiko kegiatan kerja hendaknya dipahami sampai keadaan paling kritisnya jika sesuatu terjadi. Sebaliknya, walaupun kemungkinan terjadinya kecelakaan kecil, hendaknya seorang tenaga kerja tidak boleh begitu saja mengabaikan petunjuk- petunjuk keselamatan kerja. Jadi pekerja harus selalu waspada dan selalu memperhatikan syarat-syarat keselamatan kerja di tempat kerja.
Syarat-syarat keselamatan kerja yang menyangkut perencanaan dan pembuatan diberikan pertama-tama pada perusahaan pembuat/produsen barang, sehingga kelak dalam pengangkutan dan sebagainya barang-barang itu tidak berbahaya bagi tenaga kerja maupun umum, kemudian pada perusahaan-perusahaan yang menangani dalam tahap berikutnya yakni yang mengangkutnya, mengadakannya, memperdagangkannya, memasangnya, memakai atau memelihara, dan menyimpannya.
Dalam Undang-Undang No.1 BAB III, pasal 3 dijelaskan syarat-syarat keselamatan kerja untuk:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran;
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya;
e. Memberi petolongan pada kecelakaan;
f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja;
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara, dan getaran;
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi, dan penularan;
i. Memberi penerangan yang cukup dan sesuai;
j. Mempertahankan kondisi suhu dan kelembaban udara yang baik;
k. Memberikan kesegaran udara yang cukup;
l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. Menyesuaikan keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara, dan proses kerja dengan tenaga kerja;
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. Mengamankan dan memperlancar bongkar muat perlakuan dan penyimpanan barang;
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya; dan
r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pengawasan pelaksanaan K-3 menurut Undang-Undang No.1 tahun 1970 dilakukan oleh Direktur yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melakukan pelaksanaan umum Undang-Undang Keselamatan Kerja. Direktur, dibantu oleh pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-Undang Keselamatan Kerja.
Pegawai Pengawas
Pegawai pengawas menurut pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970, adalah pegawai tehnis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja. Syarat-syarat penunjukan dan wewenang serta kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan Kerja diatur dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi R.I No: Per- 03/Men/Tahun 1978.
Syarat-syarat Pegawai Pengawas
Syarat-syarat menjadi Pegawai Pengawas Keselamatan Kerja berdasar Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi R.I No: Per- 03/Men/Tahun 1978 pasal 3 ayat 1 adalah sebagai berikut:
a. Pegawai Negeri Departemen Tenaga Kerja Transkop.
b. Mempunyai keahlian khusus.
c. Telah mengikuti pendidikan calon pegawai pengawas yang diselenggarakan oleh Departemen Tenaga Kerja Transkop.
Kewajiban Pegawai Pengawas
Kewajiban pegawai pengawas yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi R.I No: Per-03/Men/Tahun 1978 (pasal 4), adalah sebagai berikut:
a. Mengadakan pemeriksaan di semua tempat kerja.
b. Menelaah dan meneliti segala perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Memberikan petunjuk dan penerangan kepada pengusaha, pengurus, dan tenaga kerja atau segala persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja.
d. Memberikan laporan kepada direktur mengenai hasil segala kegiatan yang diwajibkan tersebut menurut garis hirarki Departemen Tenaga Kerja Transkop.
e. Merahasiakan segala keterangan tentang perusahaan yang dapat berhubungan dengan jabatannya.
3. Wewenang Pegawai Pengawas
Wewenang pegawai pengawas yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi R.I No: Per-03/Men/Tahun 1978 (pasal 4), adalah sebagai berikut:
a. Memasuki semua tempat kerja.
b. Meminta keterangan baik tertulis maupun lisan kepada pengusaha, pengurus, dan tenaga kerja mengenai syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Memerintahkan agar pengusaha, pengurus, dan tenaga kerja melaksanakan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja.
d.,Mengawasi langsung terhadap ditaatinya Undang-Undang Keselamatan Kerja beserta peraturan Pelaksanaannya termasuk:
- Keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat kerja serta peralatan lainnya, bahan-bahan, dan sebagainya;
- Lingkungan;
- Sifat pekerjaan;
- Acara kerja; dan
- Proses produksi.
e. Memerintahkan kepada pengusaha, pengurus untuk memperbaiki, mengubah dan/atau mengganti bila terdapat kekurangan, kesalahan dalam pemenuhan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja;
f. Melarang penggunaan pesawat-pesawat, alat-alat, maupun proses produksi yang membahayakan; dan
Ahli Keselamatan Kerja
Ahli keselamatan kerja, menurut pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970, ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-Undang Keselamatan Kerja. Tata cara penunjukan, kewajiban, dan wewenang ahli K-3 diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I No.Per.02/Men/1992 sehingga syarat-syarat penunjukan, wewenang serta kewajiban pegawai pengawasdan ahli keselamatan kerja yang diatur dalam PeraturanMenteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Koperasi R.I No: Per-03/Men/Tahun 1978, dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per-04/Men/1987 pasal 1 Huruf a, b dan c,dan pasal : 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan 13 khususnya yang mengatur ahli keselamatan kerja dinyatakan tidak berlaku lagi.
Syarat-Syarat Ahli Keselamatan Kerja
Syarat-syarat penunjukan ahli keselamatan kerja yang diatur dalam pasal 4 Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I No. Per.02/Men/1992 adalah sebagai berikut:
a. Sarjana dengan pengalaman kerja sesuai dengan bidang keahliannya sekurang-kurangnya 2 tahun.
b. Sarjana muda atau sederajat dengan pengalaman kerja sesuai dengan bidang keahliannya sekurang-kurangnya 4 tahun.
Penunjukan ahli K-3 ditetapkan berdasar permohonan tertulis dari pengurus atau pimpinan instansi kepada Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat yang ditunjuk. Adapun lampiran dari permohonan tersebut yang sesuai dengan pasal 4 Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I No.Per.02/Men/1992 adalah sebagai berikut:
a. Daftar riwayat hidup.
b. Surat keterangan pengalaman kerja di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Surat keterangan berbadan sehat daridokter.
d. Surat keterangan pemeriksaan psikologi yang menyatakan sesuai untuk melaksanakan tugas sebagai ahli keselamatan dan kesehatan kerja.
e. Surat berkelakuan baik dari polisi.
f. Surat keterangan pernyataan bekerja penuh dari perusahaan/instansi yang bersangkutan.
g. Photocopy ijazah atau Surat tanda Tamat Belajar terakhir.
h. Sertifikat pendidikan khusus keselamatan dan kesehatan kerja apabila yang bersangkutan memiliki.
Selanjutnya pada pasal 5 dijelaskan bahwa penunjukan ahli keselamatan dan kesehatan kerja diberikan setelah memperhatikan pertimbangan Tim Penilai, yang ditunjuk Menteri Tenaga Kerja dan diketuai oleh direktur yang membidangi keselamatan dan kesehatan kerja, yang anggotanya terdiri dari Pejabat Departemen Tenaga Kerja, Badan dan Instansi lain yang dipandang perlu.
Kewajiban Ahli Keselamatan Kerja
Kewajiban Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang diatur dalam pasal 9 Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I No.Per.02/Men/1992 adalah sebagai berikut:
a. Membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan bidang yang ditentukan dalam keputusan dan penunjukannya.
b. Memberikan laporan kepada Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat yang ditunjuk mengenai hasil pelaksanaan tugas dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Untuk ahli keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja satu kali dalam tiga (3) bulan kecuali ditentukan lain.
2. Untuk ahli keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan yang memberikan jasa di bidang keselamatan dan kesehatan kerja setiap saat setelah melakukan kegiatannya.
c. Merahasiakan segala keterangan tentang rahasia perusahaan/instansi yang didapat berhubung dengan jabatannya.
Wewenang Ahli Keselamatan Kerja
Wewenang Ahli Keselamatan Kerja yang diatur dalam pasal 10 Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I No.Per.02/Men/1992 adalah sebagai berikut:
a. Memasuki tempat kerja sesuai dengan keputusan penunjukan.
b. Meminta keterangan dan/atau informasi mengenai pelaksanaan syarat- syarat keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja sesuai dengan keputusan penunjukannya.
c. Memonitor, memeriksa, menguji, menganalisa, mengevaluasi, memberikan persyaratan, dan pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja yang meliputi:
1. Keadaan dan fasilitas kerja;
2. Keadaan mesin-mesin, pesawat, alat-alat kerja, instalasi, serta peralatan lainnya;
3. Penanganan bahan-bahan;
4. Proses produksi;
5. Sifat pekerjaan;
6. Cara kerja; dan
7. Lingkungan kerja.
Pelaksanan keselamatan kerja di masing-masing tempat kerja atau di masing- masing bagian di tempat kerja dipimpin langsung oleh Pengurus. Pengurusmempunyai kewajiban memeriksa kesehatan tenaga kerja di lingkungan kerjanya masing-masing meliputi: kesehatan badan, kesehatan mental, dan kemampuan fisik dari tenaga kerja. Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan bagi pekerja yang akan diterima maupun yang akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang akan diberikan kepadanya. Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan dilakukan secara berkala oleh dokter yang ditunjuk oleh perusahaan dan dibenarkan oleh direktur. Pengurus berkewajiban melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja dengan tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan yang diatur oleh undang- undang.
Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pembinaan tentang K-3 dilaksanakan oleh pengurus di masing-masing tempat kerja. Menurut Undang-Undang No.1 tahun 1970, pengurus mempunyai kewajiban menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja yang baru tentang:
a. Kondisi dan bahaya yang dapat timbul dalam tempat kerjanya.
b. Semua sistem pengamanan dan alat-alat pelindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya.
c. Alat-alat perlindungan diri (APD) bagi tenaga kerja yang bersangkutan.d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya. Pengurus hanya dapat memperkerjakan tenaga kerja yang bersangkutan, setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas. Pembinaan bagi semua tenaga kerja di bawah pimpinan pengurus, dilakukan dalam upaya pencegahan kecelakaan, dan pemberantasan kebakaran, serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, dan dalam pemberian pertolongan pertama dalam kecelakaan.
Untuk menjalin kerja sama, saling pengertian, dan partisipasi efektif dari pengusaha, pengurus, dan tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha produksi maka dibentuklah Panitia Pembina Keselamatan Kesehatan Kerja (P2K3) oleh Menteri Tenaga Kerja. Susunan dari P2K3, tugas, maupun hal-hal lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
P2K3 bertugas memberi pertimbangan, dan membantu pelaksanaan usaha pencegahan kecelakaan dalam perusahaan yang bersangkutan, serta memberikan penerangan efektif pada para pekerja yang bersangkutan.