Metode Bottom-Up dan Metode Top-Down di Konstruksi Bangunan

Diposting pada

Metode bottom-up dan metode top-down merupakan sebuah istilah dalam teknologi konstruksi bangunan, oleh karena itu mari kita bahas perbedaan kedua metode ini dan contoh penerapannya.

ilmuteknik.id - konstruksi bangunan
Konstruksi Bangunan

Metode Bottom-Up

Metode bottom-up merupakan konstruksi dimana pelaksanaannya dimulai dari galian tanah serta pondasi kemudian diteruskan dengan pembuatan balok, pelat dan kolom menerus hingga pelat atap (Mistra, 2012). Pekerjaan struktur dilaksanakan setelah seluruh pekerjaan galian selesai. Pelat basement paling bawah dicor terlebih dahulu kemudian basement diselesaikan dari bawah ke atas (bottom-up). Kolom, balok dan pelat dicor di tempat (cast in place). Galian tanah dapat berupa open cut atau dengan sistem dinding penahan tanah yang bisa sementara dan permanen. Sistem dinding penahan tanah dapat dengan perkuatan strutting, ground anchor atau free cantilever. Untuk pekerjaan dewatering biasanya menggunakan sistem predrainage

Metode bottom-up ini lebih cocok diterapkan pada proses pembangunan konstruksi bangunan air seperti bendungan, waduk, irigasi, jembatan, dan lainnya.

Baca juga > Pengertian dan Contoh Pengaplikasian Geotextile

Metode Top-Down

Berbeda dengan metode bottom-up dimana pekerjaan dimulai dari galian yang merupakan pekerjaan paling bawah, pada konstruksi top-down pelaksanaan struktur bawah dilakukan dari konstruksi basement teratas dan dilanjutkan sampai basement terbawah. Pekerjaan struktur dan galian apabila menggunakan metode top down dikerjakan secara bersamaan (Prawidiawati dan Nurcahyo, 2015). Urutan penyelesaian balok dan pelat lantai dimulai dari atas ke bawah dan selama proses pelaksanaan, struktur pelat dan balok tersebut didukung oleh tiang baja yang disebut king post. King post adalah bagian dari tiang pondasi pada posisi kolom basement, yang biasanya terbuat dari profil baja atau dapat juga menggunakan pipa baja. 

King post ini berfungsi untuk mendukung pelat lantai, balok, dan kolom sementara yang nantinya diperkuat agar berfungsi sebagai kolom permanen. Pada metode ini dibuat dinding penahan tanah yang dikerjakan sebelum ada pekerjaan galian tanah. Dinding penahan tanah yang biasa digunakan berupa dinding diafragma (diaphragm wall) yang berfungsi sebagai cut off dewatering juga sebagai dinding basement. Untuk penggalian basement digunakan alat khusus, seperti excavator ukuran kecil. Bila struktur basement telah selesai, maka tiang king post dicor beton yang dijadikan sebagai kolom permanen. Metode konstruksi top-down membutuhkan ketelitian dan kompetensi khusus dalam pelakasanaan diperlukan pendetailan dalam setiap tahapan pelaksanannya.

 Metode top-down dapat mereduksi waktu pelaksaanaan hingga 20%, karena pelaksanaan struktur basement bersamaan dengan struktur atas. Biaya pelaksanaan metode top-down lebih mahal dibandingkan dengan metode bottom-up karena pada metode top-down terdapat penambahan material yaitu king post, perubahan dimensi pelat dan kolom yang menyebabkan biaya material dan upah meningkat. Metode pelaksanaan top-down ini lebih cocok diterapkan pada proses pembangunan konstruksi gedung tinggi.

 Ikuti INSTAGRAM kami di ILMU TEKNIK dan dapatkan informasi seputar dunia teknik setiap harinya.

Saat ini bekerja sebagai Engineering staff di PT Bali Nusaintan, Bali. Menguasai skill dasar mechanical dan electrical, serta pengetahuan umum tentang teknik sipil dan bangunan. Memiliki website ilmuteknik.id yang membahas pengetahuan dan tips tentang bangunan, kelistrikan serta pengetahuan umum dibidang teknik. Saat ini telah menjangkau pengunjung sabanyak 1000 visitor/day. Telah 6 tahun terjun dalam dunia blogging, menguasai skill copywriting, SEO, dan SEM. Menyediakan jasa link placement, backlink wikipedia, dan penulisan artikel.

1 komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *